Sabtu, 16 April 2011

contoh kasus 1




Image

Hypophosphatemic Rickets

DEFINISI
Hypophosphatemic rickets (dahulu dikenal vitamin D-resintan rickets) adalah gangguan dimana tulang menjadi terasa agak menyakitkan dan mudah bengkok karena darah mengandung kadar posfat rendah.


PENYEBAB
Gangguan yang sangat langka ini hampir selalu menurun, melalui gen dominan yang dibawa pada kromosom X, salah satu dari dua kromososm kelamin. Kelainan genetic menyebabkan ginjal abnormal yang membuat posfat dalam jumlah tinggi yang tidak sesuai dikeluarkan ke dalam kemih, menghasilkan kadar posfat di dalam darah rendah.

Karena tulang membutuhkan posfat untuk pertumbuhan dan kekuatan, kekurangan ini menyebabkan tulang tidak sempurna. Wanita dengan hypophosphatemic rickets mengalami penyakit tulang agak berat dibandingkan pria. Pada kasus langka, gangguan terjadi sebagai akibat kanker tertentu, seperti sel tumor raksasa pada tulang, sarcoma, kanker prostat, dan kanker payudara. Hypophosphatemic rickets tidak sama dengan rickets yang disebabkan oleh kekurangan vitamin D.


GEJALA
Hypophosphatemic rickets biasanya mulai menyebabkan ketidaknormalan pada tahun pertama kehidupan. Kelainan kemungkinan ringan dimana mereka menghasilkan gejala yang tidak nyata atau berat dimana mereka menghasilkan pembengkokan pada lengan dan kelainan bentuk pada tulang lainnya, nyeri tulang, dan perawakan pendek. Tulang menjadi lebih besar ketika otot menempel menuju tulang bisa membatasi gerakan persendian mereka. Ruang di antara tulang tengkorak bayi bisa terlalu cepat dekat, menyebabkan kejang.


DIAGNOSA
Tes laboratorium menunjukkan bahwa kadar kalsium di dalam darah adalah normal tetapi kadar posfat adalah rendah.


PENGOBATAN
Tujuan pengobatan Hypophosphatemic rickets adalah meningkatkan kadar posfat di dalam darah, dimana akan meningkatkan bentuk tulang normal. Posfat bisa digunakan melalui mulut dan harus dikombinasikan dengan calcitriol, bentuk aktif dari vitamin D. Menggunakan Vitamin D tunggal tidak mencukupi. Jumlah posfat dan calcitriol harus disesuaikan dengan hati-hati karena pengobatan ini seringkali menyebabkan kalsium kadar tinggi di dalam darah, penumpukan kalsium pada jaringan ginjal, atau batu ginjal. Efek ini bisa membahayakan ginjal dan jaringan lain. Pada beberapa orang dewasa, Hypophosphatemic rickets dihasilkan dari perbaikan kanker secara dramatik setelah kanker diangkat.
s a nutrition health beauty.


1. Fosfor (P)
Fosfor adalah unsur kimia yang memiliki lambang P dengan nomor atom 15. Fosfor berupa nonlogam, bervalensi banyak, termasuk golongan nitrogen, banyak ditemui dalam batuan fosfat anorganik dan dalam semua sel hidup tetapi tidak pernah ditemui dalam bentuk unsur bebasnya. Fosfor amatlah reaktif, memancarkan pendar cahaya yang lemah ketika bergabung dengan oksigen, ditemukan dalam berbagai bentuk, dan merupakan unsur penting dalam makhluk hidup.
Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh, yaitu 1% dari berat badan. Kurang lebih 85% fosfor di dalam tubuh terdapat sebagai garam kalsium fosfat, yaitu bagian dari kristal hidroksiapatit di dalam tulang dan gigi yang tidak dapat larut. Hidroksiapatit memberi kekuatan dan kekakuan pada tulang. Fosfor di dalam tulang berada dalam perbandingan 1:2 dengan kalsium fosfor. Fosfor selebihnya terdapat di dalam semua sel tubuh, separuhnya di dalam otot dan di dalam cairan ekstraselular. Fosfor merupakan bagian dari asam nukleat DNA dan RNA yang terdapat dalam tiap inti sel dan sitoplasma tiap sel hidup. Sebagai fosfolipid, fosfor merupakan komponen struktural dinding sel. Sebagai fosfat organik, fosfor memegang peranan penting dalam reaksi yang berkaitan dengan penyimpanan atau pelepasan energi dalam bentuk Adenin Trifosfat (ATP).

2. Sifat-sifat
Secara umum fosfor membentuk padatan putih yang lengket yang memiliki bau yang tak enak tetapi ketika murni menjadi tak berwarna dan transparan. Nonlogam ini tidak larut dalam air, tetapi larut dalam karbon disulfida. Fosfor murni terbakar secara spontan di udara membentuk fosfor pentoksida.
Fosfor dapat berada dalam empat bentuk atau lebih alotrop: putih (atau kuning), merah, dan hitam (atau ungu). Yang paling umum adalah fosfor merah dan putih, keduanya mengelompok dalam empat atom yang berbentuk tetrahedral. Fosfor putih terbakar ketika bersentuhan dengan udara dan dapat berubah menjadi fosfor merah ketika terkena panas atau cahaya. Fosfor putih juga dapat berada dalam keadaan alfa dan beta yang dipisahkan oleh suhu transisi -3,8°C. Fosfor merah relatif lebih stabil dan menyublim pada 170°C pada tekanan uap 1 atm, tetapi terbakar akibat tumbukan atau gesekan. Alotrop fosfor hitam mempunyai struktur seperti grafit – atom-atom tersusun dalam lapisan-lapisan heksagonal yang menghantarkan listrik.
Gambar:



Struktur fosfat


3. Sumber Fosfor
Karena fosfor ada di semua sel makhluk hidup, fosfor terdapat di dalam semua makanan, terutama makanan kaya protein seperti daging, ayam, ikan, telur, susu dan hasilnya, kacang-kacangan dan hasilnya, serta serealia. Kandungan fosfor beberapa makanan dapat dilihat pda table sbb :
Nilai fosfor beberapa bahan makanan (mg/100 gram)



4. Angka kecukupan fosfor yang dinjurkan
Kecukupan fosfor rata-rata sehari untuk Indonesia ditetapkan sebagai berikut (Widyakarya Pangan dan Gizi LIPI 1993)
• Bayi : 200-250 mg
• Anak-anak : 250-400 mg
• Remaja dan dewasa : 400-500 mg
• Ibu hamil dan menyusui :+200 sampai +300 mg

5. Metabolisme
Fosfor dapat diabsorpsi secara efisien sebagai fosfor bebas di dalam usus setelah dihidrolisis dan dilepas dari makanan. Bayi dapat menyerap 85- 90% fosfor berasal dari ASI. Sebanyak 65- 75% fosfor berasal dari susu sapi antara 50-70% fosfor berasal dari susunan makanan normal dapat diabsorpsi oleh anak-anak dan orang dewasa. Bila konsumsi fosfor rendah, taraf absorpsi dapat mencapai 90% dari konsumsi fosfor.
Fosfor dibebaskan dari makanan oleh enzim alkalin fosfatase di dalam mukosa usus halus dan diabsorpsi secara aktif dan difusi pasif. Absorpsi aktif dibantu oleh bentuk aktif vitamin. Sebagian besar fosfor di dalam darah terutama sebagai fosfat anorganik atau sebagai fosfolipida. Kadar fosfor di dalam darah diatur oleh hormon paratiroid (PTH) yang dikeluarkan oleh kelenjar paratiroid dan oleh hormon kalsitonon. Kedua hormon tersebut berinteraksi dengan vitamin D untuk mengontrol jumlah fosfor yang diserap, jumlah yang ditahan oleh ginjal, serta jumlah yang dibebaskan dan disimpan dalam tulang. PTH menurunkan reabsorpsi fosfor oleh ginjal. Kalsitonin meningkatkan ekskresi fosfat oleh ginjal. Konsumsi fosfor yang relative tinggi terhadap kalsium sehingga diperoleh perbandingan P : Ca yang tinggi dalam serum akan merangsang pembentukan PTH yang mendorong pengeluaran fosfor dari tubuh.
Fosfor sebagai bagian dari asam fosfat yang terutama terdapat di dalam serealia tidak dapat dihidrolisis, oleh karena itu tidak dapat diabsorpsi. Faktor-faktor makanan lain yang menghalangi absorpsi fosfor adalah Fe++, Mg++ , asam lemak tidak jenuh dan antacid yang mengandung alumunium, karena membentuk garam yang tidak larut air.
Absorpsi dan transportasi zat gizi, dalam bentuk fosfat, fosfor berperan sebagai alat angkut untuk membawa zat- zat gizi menyeberangi membrane sel atau di dalam aliran darah. Proses ini dinamakan fosforilasi dan terjadi pada absorpsi di dalam saluran cerna, pelepasan zat gizi dari aliran darah ke dalam cairan interselular dan pengalihannya ke dalam sel. Lemak yang tidak larut dalam air, diangkut di dalam darah dalam bentuk fosfolipida. Fosfolipida adalah ikatan fosfat dengan molekul lemak, sehingga lemak menjadi lebih larut. Glikogen yang dilepas dari simpanan hati atau otot berada di dalam terikat dengan fosfor.

6. Akibat Kekurangan Fosfor
Karena fosfor banyak terdapat di dalam makanan, jarang terjadi kekurangan. Kekurangan fosfor biasa terjadi bila menggunakan obat antacid untuk menetralkan asam lambung, seperti aluminium hidroksida untuk jangka lama. Alumunium hidroksida mengikat fosfor, sehingga tidak dapat diabsorpsi. Kekurangan fosfor juga biasa terjadi pada penderita yang kehilangan banyak cairan melalui urin. Kekurangan fosfor menyebabkan kerusakan tulang. Gejalanya adalah rasa lelah, lemah otot, kurang nafsu makan dan kerusakan tulang. Bayi prematur juga dapat menderita kekurangan fosfor, karena cepatnya pembentukan tulang sehingga kebutuhan fosfor tidak bisa dipenuhi oleh ASI. Selain itu kekurangan fosfor dapat menyebabkan Hipofosfatemia. Hipofosfatemia didefinisikan sebagai konsentrasi fosfor dibawah normal ( kurang dari 2,5 mgr/dL darah). Hipofosfatemia dapat terjadi selama pemberian kalori pada pasien dengan malnutrisi kalori-protein yang parah. Hal ini paling mungkin untuk terjadi dengan masukan atau pemberian sangat banyak karbohidrat sederhana. Hipofosfatemia jelas dapat terjadi pada pasien malnutrisi yang mendapat nutrisi parenteral total (NPT) jika kehilangan fosfor tidak diperbaiki secara adekuat.

7. Akibat Kelebihan Fosfor
Kelebihan fosfor karena makanan jarang terjadi. Bila kadar fosfor darah terlalu tinggi, ion fosfat akan mengikat kalsium sehingga dapat menimbulkan kejang. Kelebihan fosfor dapat menyebabkan Hiperfosfatemia (kadar fosfat yang tinggi dalam darah) adalah suatu keadaan dimana konsentrasi fosfat dalam darah lebih dari 4,5 mgr/dL darah.
Ginjal yang normal sangat efisien dalam membuang kelebihan fosfat sehingga hiperfosfatemia jarang terjadi, kecuali pada penderita kelainan fungsi ginjal yang sangat berat. Pada penderita gagal ginjal, hiperfostatemia merupakan suatu masalah karena dialisa sangat tidak efektif dalam membuang kelebihan fosfat.

Kamis, 09 Desember 2010

Hasil penelitian terbaru terapi Bifosfonat untuk osteoporosis

Bifosfonat untuk Osteoporosis

Murray J. Favus, M.D.
N Engl J Med 2010; 363:2027-2035November 18, 2010
Article


Fitur Jurnal diawali dengan Gambaran kasus yang mencakup rekomendasi terapi. Sebuah diskusi tentang masalah klinis dan mekanisme manfaat bentuk terapi berikut. studi klinis Mayor, penggunaan klinis dari terapi ini, dan potensi efek samping ditinjau. pedoman yang relevan formal, jika ada, disajikan. Artikel ini diakhiri dengan rekomendasi klinis penulis.

Seorang wanita 67 tahun dirujuk oleh dokter dalam perawatan untuk pengobatan osteoporosis dan keropos tulang progresif. Satu tahun sebelum kunjungan, pasien telah menghentikan terapi hormon pengganti. Pasien kemudian mulai mengalami rasa sakit didaerah punggung dan kehilangan 3,8 cm (1,5 inci) tinggi badannya. Pada pemeriksaan dual energi x-ray absorptiometri (DXA) scan menunjukkan  kepadatan mineral tulang T skor -3,1 pada spina lumbalis dan -2,8 pada leher femur, yang sesuai dengan diagnosis osteoporosis. Satu tahun kemudian, pada pemeriksaan yang kedua scan menunjukkan penurunan lebih lanjut dari 5,4% kepadatan mineral tulang pada spina lumbalis Dual-Energy X-Ray absorptiometri (DXA) serta fraktur kompresi vertebra torakalis 11. Hasil tes darah dan urin mengesampingkan penyebab sekunder umum dari osteoporosis. Untuk mencegah patah tulang belakang tambahan, sehingga terapi risedronat oral direkomendasikan untuk pasien.

Masalah Klinis
Osteoporosis adalah gangguan tulang sistemik yang ditandai dengan hilangnya jaringan tulang, gangguan arsitektur tulang, dan kerapuhan tulang, yang menyebabkan peningkatan risiko fractures.1 Keropos tulang dan massa tulang yang rendah tidak menunjukkan gejala sampai terjadi fraktur. Kekurangan estrogen setelah menopause adalah penyebab paling umum dari osteoporosis, tetapi masalah sekunder harus disingkirkan sebelum pengobatan dilakukan.
Osteoporosis merupakan penyakit metabolik tulang yang paling umum dan penyebab paling umum patah tulang pada orang dewasa yang lebih tua di Amerika Serikat. Sepuluh juta orang di Amerika Serikat mengalami osteoporosis, dan tambahan 33 juta orang memiliki massa tulang yang rendah (osteopenia) dan berada pada risiko yang meningkat untuk fractures. Lebih dari 2 juta fraktur terjadi setiap tahun sebagai akibat dari osteoporosis atau osteopenia, termasuk patah tulang pinggul 300.000, 547.000 patah tulang belakang, dan 135.000 patah tulang panggul. Wanita berkulit putih yang postmenopause memiliki risiko seumur hidup 40% dari fracture setidaknya satu osteoporosis, patah tulang panggul osteoporosis berkaitan dengan morbiditas tertinggi dan kematian. Sampai dengan 50% dari pasien dengan patah tulang tersebut telah mengalami gangguan mobilitas permanen , dan 25% kehilangan keterampilan yang diperlukan untuk hidup sejahtera. Pada meta-analisis ini menunjukkan bahwa di antara pria yang lebih tua dan wanita, tingkat kematian dari penyebab apapun meningkat dengan faktor 5 sampai 8 selama 3 bulan pertama setelah pinggul fracture.

Patofisiologi dan Pengaruh Terapi
Kekurangan Estrogen menyebabkan peningkatan produksi sumsum tulang oleh sel stroma dan osteoblas dari  reseptor pengaktivasi ligan faktor nuklir kB (RANKL), yang, pada gilirannya, meningkatkan pengikatan RANKL ke reseptor permukaan sel osteoklas nuklir Faktor kB (RANK). Peningkatan pengikatan RANKL untuk inisiat RANK proliferasi prekursor osteoklas dan diferensiasi mereka menjadi osteoklas dewasa. Kemudian dalam perjalanan menopause, kehilangan tulang yang berhubungan dengan usia dan perubahan yang menyertai pada properti bahan tulang memperburuk hilangnya tulang dan kerapuhan yang berhubungan dengan kekurangan kadar estrogen. Pada pemeriksaan mikroskopis, terlihat peningkatan jumlah dan aktivitas osteoklas yang mengganggu konektivitas trabecular dan meningkatkan korteks porosity. Resorpsi lubang yang tidak terisi lengkap sejak pembentukan tulang osteoblastik baru tidak mengimbangi dengan tingkat kepadatan tulang. Kekurangan kepadatan tulang akan menurunkan kualitas tulang sehingga sifat menahan beban mekanis kerangka akan berkurang dan memberikan kecenderungan untuk patah tulang terjadi baik secara spontan maupun ketika jatuh menyebabkan terjadinya mekanik overload.

Bifosfonat akan mengurangi fraktur  tulang dengan  menekan resorption tulang. Struktur molekul dari bifosfonat (PCP) adalah sama dengan yang dari pyrophosphates alami (POP), dengan dua rantai samping pendek (R1 dan R2) yang melekat pada inti C


Rantai samping R1 menentukan afinitas tulang-mengikat, dan rantai samping R2 menentukan potensi antiresorption. Bifosfonat telah disetujui untuk digunakan di Amerika Serikat (alendronate, ibandronate, risedronate, dan zoledronate) telah mengandung nitrogen sisi rantai R2  yang meningkatkan potensi antiresorptive dan antifracture. Variasi struktur rantai samping menentukan kekuatan dengan yang mengikat biphosphonate ke tulang, distribusi melalui tulang, dan jumlah waktu yang tetap dalam tulang setelah perawatan dihentikan.

Pada tulang, bifosfonat akan menumpuk di fase mineral hidroksiapatit, dan konsentrasi bifosfonat akan ditingkatkan dengan faktor 8 di tempat tulang yang resorpsinya aktif. Nitrogen terikat mengandung bifosfonat masuk dan mengurangi resorpsi osteoklas melalui penghambatan sintase pirofosfat farnesyl (FPPS), enzim untuk jalan kolesterol-mevalonate. Penghambatan FPPS mengganggu dengan isoprenylation dari triphosphatases guanosin kecil (GTPases) untuk mengacak-acak perbatasan dari osteoklas dan mengganggu lampiran ke permukaan osteoklas tulang, yang berhenti resorpsi dan meningkatkan kematian sel dini.

Bukti Klinis
Tiga tahap yang paling penting dari percobaan penggunaan bifosfonat untuk pengobatan osteoporosis dijelaskan di bawah ini. Dalam percobaan pertama adalah pengurangan tingkat patah tulang adalah titik akhir primer, percobaan kedua adalah peningkatan kepadatan mineral tulang pada spina lumbalis dan yang ketiga adalah pengurangan penanda turnover tulang adalah titik akhir sekunder.

Dalam Intervensi Fracture Trial (FIT), 2.027 wanita menopause berisiko tinggi untuk patah tulang, dengan kepadatan tulang yang rendah di leher femoralis dan setidaknya satu patah tulang belakang, secara acak baik plasebo atau alendronate, pada dosis 5 mg sehari selama 24 bulan, diikuti dengan 10 mg per hari selama 12 bulan terakhir sidang. Pada 36 bulan, 15,0% wanita yang menerima plasebo dan 8,0% dari wanita yang diobati dengan alendronate telah menderita satu atau lebih patah tulang belakang baru, sebagaimana dinilai oleh radiografi (P = 0,001). patah tulang pinggul Baru terjadi pada 2,1% dari wanita pada kelompok plasebo dan 1,1% perempuan dalam kelompok alendronate (P = 0,05).

Dalam Efikasi vertebra dengan risedronate Terapi (Vert) percobaan, 2458 wanita postmenopause dengan setidaknya satu patah tulang belakang dan T skor pada spina lumbal dari -2,0 atau kurang secara acak ditunjuk untuk diberikan plasebo atau risedronate pada dosis 2,5 mg atau 5 mg per hari. Selama persidangan, data dari penelitian lain menunjukkan bahwa dosis 2,5 mg ternyata kurang efektif daripada dosis 5 mg, sehingga kelompok-mg 2,5 kini dihentikan. Dalam dua kelompok yang tersisa, laju patah tulang belakang baru setelah 3 tahun adalah 11,3% di antara subyek diobati dengan 5 mg sehari risedronate, dibandingkan dengan 16,3% pada kelompok plasebo (P = 0,003). Dalam sidang berikutnya, risedronate terbukti efektif dalam mengurangi tingkat patah tulang pinggul juga.

Khasiat asam zoledronic dalam pengobatan osteoporosis dievaluasi di Hasil Kesehatan dan Berkurangnya Insiden dengan Zoledronic Asam Setelah sidang Tahunan (HORIZON, ClinicalTrials.gov nomor, NCT00049829) . Dalam percobaan ini, 7765 wanita postmenopause dengan osteoporosis (T skor -2,5 atau kurang atau -1,5 atau kurang dengan bukti patah tulang belakang) secara acak ditunjuk untuk diberikan asam zoledronic, pada dosis 5 mg diberikan pada awal, 12 bulan, dan 24 bulan, atau plasebo. Pada 36 bulan, tingkat mutlak patah tulang belakang baru yang dinilai oleh radiografi standar adalah 3,3% pada kelompok asam zoledronic, dibandingkan dengan 10,9% pada kelompok plasebo (P <0,001). Ada 52 patah tulang panggul baru (1,4%) pada kelompok asam zoledronic, dibandingkan dengan 88 (2,5%) pada kelompok plasebo (P <0,001).

Pada Percobaan plasebo-terkontrol bifosfonat lisan lainnya, termasuk ibandronate clodronate, dan etidronate, telah menunjukkan bahwa obat ini juga memiliki khasiat dalam mengurangi risiko patah tulang belakang yang baru. Namun, karena uji coba ini tidak bertenaga untuk menunjukkan khasiat untuk pengobatan patah tulang pinggul, kegunaan klinis agen ini untuk mencegah patah tulang pinggul saat ini tidak diketahui. Pamidronate telah digunakan untuk mengobati berbagai penyakit tulang pada anak-anak dan orang dewasa. Namun, tidak ada uji coba secara acak, plasebo-terkontrol telah dilakukan dengan kekuatan yang cukup untuk menilai kemanjuran obat untuk pengobatan patah tulang pinggul pada wanita dengan osteoporosis postmenopause.

Penggunaan Klinis
Semua wanita postmenopause dengan pengukuran densitas mineral tulang di tulang belakang baik atau pinggul yang memenuhi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kriteria untuk osteoporosis (T skor kurang dari -2.5) harus menerima terapi jangka panjang dengan agen yang telah terbukti mencegah fraktur. Sebaliknya, mungkin sulit memutuskan untuk mengobati antara sejumlah besar pasien yang telah osteopenia (T skor -1.0 ke -2.5). Banyak wanita menopause yang patah tulang telah mengidap osteopenia daripada osteoporosis; dalam perempuan, fraktur dapat terjadi karena kontribusi faktor risiko yang independen terhadap kepadatan mineral tulang.

Saya sering menggunakan WHO dalam Penilaian Risiko fraktur (FRAX, www.sheffield.ac.uk/FRAX/) untuk membantu dalam membuat keputusan pengobatan. FRAX adalah algoritma kalkulator yang menggabungkan faktor risiko dengan pengukuran densitas mineral tulang, menghasilkan estimasi kuantitatif dari probabilitas 10-tahun patah tulang osteoporosis utama (pinggul, tulang belakang, humerus, atau lengan bawah) atau patah tulang pinggul sendirian di pasien yang belum dimulai terapi. Secara umum, saya memulai pengobatan farmakologis pada pasien yang memiliki probabilitas 10-tahun patah tulang pinggul yang melebihi 3% atau probabilitas 10-tahun patah tulang osteoporosis utama yang melebihi 20%.

Selain mempertimbangkan bukti obyektif, saya menganggap gaya hidup pasien. Saya lebih cenderung untuk memulai pengobatan untuk massa tulang yang rendah pada pasien yang ingin terus berpartisipasi dalam olahraga atau kegiatan rekreasi seperti bersepeda, tenis, ski, dan berjalan. pasien tersebut cenderung memiliki risiko yang lebih besar dari jatuh dan patah tulang daripada pasien berpindah-pindah.

Sebuah pertimbangan utama dalam memilih terapi adalah risiko patah tulang pinggul. Semua perawatan yang telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) telah menunjukkan keberhasilan dalam mengurangi tingkat patah tulang belakang, tetapi tidak semua telah jelas terbukti mengurangi tingkat patah tulang pinggul. Jika kepadatan mineral tulang pada pinggul rendah, saya biasanya memilih agen yang ada cobaan yang menunjukkan keberhasilan dalam mencegah patah tulang pinggul. Saya sarankan baik alendronate atau risedronate jika pasien mampu mengambil agen oral. Jika pasien tidak bisa mentolerir bifosfonat oral, maka saya dapat memilih asam zoledronic intravena. Jika kepadatan tulang di pinggul normal atau hanya sedikit berkurang, aku dapat memilih ibandronate oral atau intravena, yang belum terbukti efektif dalam mengurangi risiko patah tulang pinggul.

Alternatif untuk bifosfonat termasuk teriparatide agen anabolik (hormon paratiroid 1-34), yang mengurangi risiko patah tulang belakang dan nonvertebral tetapi, di antara subyek dalam uji coba, besar penting, tidak mengurangi risiko patah tulang pinggul. Teriparatide juga lebih mahal daripada bifosfonat dan membutuhkan injeksi subkutan setiap hari. Estrogen efektif dalam mengurangi risiko patah tulang vertebral dan dipinggul pada wanita pascamenopause tetapi mungkin memberikan peningkatan risiko kanker payudara dan penyakit jantung. Raloxifene adalah selektif oral estrogen-reseptor modulator (SERM) yang mengurangi risiko patah tulang belakang sebesar 40 menjadi 49%, tetapi tidak dapat mengurangi risiko nonvertebral fractures. Calcitonin dikelola dengan menggunakan nasal spray merupakan agen antiresorptive yang memiliki khasiat terbatas dalam mengurangi risiko patah tulang belakang dan tidak memiliki khasiat dalam mencegah patah tulang pinggul.

bifosfonat Oral harus diambil setelah puasa semalam baik sekali seminggu (alendronate dengan dosis 70 mg atau risedronate pada dosis 35 mg), sekali bulanan (ibandronate dengan dosis 150 mg atau risedronate pada dosis 150 mg), atau pada 2 hari berturut-turut sekali bulanan (risedronate dengan dosis 75 mg). Pasien harus tetap tegak selama minimal 30 menit setelah minum obat untuk meminimalkan gastroesophageal reflux. Untuk mengoptimalkan penyerapan, makanan, obat-obatan, dan cairan selain air yang disaring (air putih) harus dihindari selama paling sedikit 30 sampai 45 menit untuk memungkinkan disolusi tablet dan pengosongan lambung.

bifosfonat intravena termasuk ibandronate (dosis 3 mg setiap 3 bulan) dan asam zoledronic (dosis 5 mg setiap 12 bulan). Mereka biasanya diberikan pada fasilitas rawat jalan yang memiliki sumber daya untuk administrasi dan monitoring infus.

Bifosfonat oral dan bifosfonat intravena adalah kontraindikasi pada pasien yang memiliki reaksi alergi atau yang memiliki clearance kreatinin diperkirakan 35 ml per menit atau kurang, deplesi vitamin D (serum 25-hidroksivitamin D tingkat harus lebih dari 30 mg per mililiter sebelum memulai bifosfonat), osteomalacia (vitamin D deplesi atau kekurangan mineralisasi menyebabkan cacat), atau hypocalcemia. bifosfonat oral kontraindikasi pada pasien yang memiliki gangguan menelan atau gangguan kerongkongan seperti achalasia, varises kerongkongan, atau gastroesophageal reflux parah atau yang tidak dapat duduk selama setidaknya 30 menit setelah minum obat. Tidak ada interaksi dikenal antara bifosfonat dan obat lain.

Setelah memulai terapi bifosfonat, saya biasanya mengevaluasi kembali pasien dalam 1 bulan untuk menilai toleransi dan setelahnya di bulan ke 3, bulan ke 6, dan di 1tahun. Pada bulan ke 3 dan bulan ke 6, aku memperoleh pengukuran penanda tulang-omset, seperti osteocalcin atau serum Telopeptide C-terminal tipe 1 kolagen (kotri). Pada 1 tahun, dan setiap 2 tahun setelah itu, saya ulangi penilaian kepadatan mineral tulang dengan penggunaan DXA. Peningkatan kepadatan mineral tulang tidak diperlukan untuk terapi untuk dipertimbangkan efektif, namun menurunnya kepadatan mineral tulang memerlukan evaluasi lebih lanjut.

Ketidakpatuhan terhadap terapi harus dicurigai jika pasien memiliki penurunan dinyatakan dijelaskan dalam kepadatan mineral tulang, patah tulang baru, lanjut keropos tulang, atau tingginya tingkat pergantian tulang yang bertahan setelah 12 bulan terapi. Ketika saya menduga ketidakpatuhan, saya bertanya kepada pasien apakah dia memiliki efek samping dan berusaha untuk mendokumentasikan pasien menggunakan obat dengan mengukur penanda turnover tulang. Bukti kegagalan pengobatan pada pasien dengan patuh terhadap rejimen risedronat oral membutuhkan perubahan ke baik asam zoledronic intravena atau kelas lain dari obat-obatan seperti agen anabolik (misalnya, teriparatide).

Durasi optimal terapi bifosfonat tetap belum terselesaikan. Namun, berdasarkan data yang tersedia, ada kemungkinan bahwa penghentian terapi setelah 5 tahun, setidaknya untuk penghentian obat sementara, tidak berbahaya dan dapat bermanfaat. Pasien dengan kepadatan mineral tulang agak berkurang mungkin calon yang paling cocok untuk 1 tahun dengan penghentian obat 2-tahun, karena resiko fraktur akan rendah jika terjadi kehilangan tulang sementara orang tidak menerima terapi.

Obat Generic alendronate diperkenalkan pada tahun 2008 dan lebih murah dari agen lain, dengan biaya mulai dari $ 4 sampai $ 40 per bulan. Biaya risedronate berkisar dari $ 60 sampai $ 120 per bulan; risedronate generik akan tersedia dalam waktu dekat. Biaya berkisar ibandronate lisan dari $ 90 sampai $ 130 per bulan. Satu infus asam zoledronic diperkirakan biaya $ 1.300; biaya ibandronate intravena sekitar $ 1.300 per tahun.

Efect Merugikan
Reaksi fase akut ditandai dengan demam, mialgia, nyeri tulang, dan malaise terjadi pada 20% pasien setelah infus intravena awal bifosfonat dan dalam jumlah yang sangat kecil pasien selama terapi oral. Erosif esofagitis, ulserasi, dan perdarahan telah dihubungkan dengan terapi alendronate atau risedronate harian oral tetapi jarang terjadi dengan saat ini (nondaily) rejimen. Mulas, nyeri dada, suara serak, dan iritasi pita suara dapat terjadi dengan mingguan (alendronate atau risedronate) atau bulanan (ibandronate atau risedronate) terapi. Hubungan antara kanker esophagus dan bifosfonat lisan, disarankan berdasarkan sejumlah kecil laporan kasus, belum dibuktikan.

Untuk sementara efek toksik ginjal dapat terjadi setelah administration intravena cepat, harga infus Lambat (tidak kurang dari 15 menit) dan dosis yang lebih rendah meminimalkan kadar serum obat puncak dan risiko kerusakan ginjal. Bifosfonat tidak dianjurkan bila bersihan kreatinin kurang dari 35 ml per minute. pengurangan Dosis mungkin diperlukan untuk pasien dengan penyakit ginjal kronis stadium III (sebagaimana didefinisikan oleh tingkat filtrasi glomerulus diperkirakan antara 59 dan 30 ml per menit per 1,73 m2 tubuh -luas permukaan). hypocalcemia Mild transien merupakan komplikasi yang jarang terjadi bifosfonat terapi intravena yang mungkin membutuhkan gangguan dalam perawatan, tetapi begitu tingkat kalsium serum telah kembali ke kisaran normal, terapi dapat dilanjutkan. hypocalcemia berat merupakan kontraindikasi untuk administrasi lanjutan.

Osteonekrosis rahang merupakan komplikasi yang jarang namun serius, terapi bifosfonat jangka panjang yang mungkin muncul baik secara spontan atau setelah prosedur bedah mulut. Ekspos mati tulang mandibula atau rahang atas, nonhealing mukosa, dan infeksi kronis dapat bertahan selama berminggu-minggu untuk satu tahun. Lebih dari 95% kasus osteonekrosis rahang terjadi pada pasien yang menerima asam zoledronic atau pamidronate untuk pengobatan myeloma, kanker payudara, atau kanker tulang lainnya pada dosis 10 sampai 12 kali lebih tinggi seperti yang digunakan untuk pengobatan osteoporosis.

Kasus laporan menunjukkan bahwa fraktur femoralis atipikal (di bagian subtrochanteric dan pertengahan diaphyseal femur) mungkin lebih umum selama therapy bifosfonat,  Data terbaru dari studi cross-sectional dari fraktur femur dicatat dalam kesehatan nasional Denmark registry dan analisis post hoc dikumpulkan dari pengadilan yang mempelajari efek asam alendronate dan zoledronic pada insiden fractures tidak menunjukkan hubungan antara penggunaan bifosfonat dan patah tulang femur atipikal. Namun, laporan ini tidak definitif, dan kemungkinan hubungan terus diselidiki.

Bidang Ketidakpastian
Durasi optimal terapi bifosfonat masih belum jelas. Studi retrospektif terbaru dan laporan kasus menunjukkan bahwa terapi bifosfonat jangka panjang dapat mengakibatkan penindasan pergantian tulang dan memberikan kecenderungan untuk kerapuhan tulang meningkat, dengan peningkatan risiko untuk atipikal fraktur femur. Penanda turnover tulang meremehkan tingkat tulang ditekan pembentukan, dan kegunaan mereka dalam pemantauan keamanan jangka panjang Oleh karena itu mungkin terbatas. Sebuah akumulasi microcracks dalam spesimen tulang-biopsi ditemukan pada salah satu penelitian terhadap pasien yang menerima terapi alendronate ketika analisis telah disesuaikan dengan pembaur potensial seperti usia dan densitas mineral tulang pada femoralis tapi tidak di studi lain terapi alendronate jangka panjang ( Maksudku, 6,5 tahun) . studi Calon diperlukan untuk memperkirakan risiko jangka panjang efek samping yang berhubungan dengan terapi bifosfonat, termasuk osteonekrosis rahang dan patah tulang paha atipikal. Sampai perkiraan yang lebih baik tentang risiko komplikasi ini muncul, kita harus menyeimbangkan risiko jangka panjang komplikasi ini jarang terjadi terhadap kemanjuran dikenal dari agen dalam mengurangi tingkat fraktur osteoporosis umum. Hal ini juga tidak diketahui apakah komplikasi ini dapat diminimalisir dengan rotasi periodik pengobatan dari satu kelas dari agen yang lain.

Pedoman
Pedoman pengelolaan osteoporosis diterbitkan oleh National Osteoporosis Foundation,  American Association of Clinical ahli endokrin,  American College of Physicians,  American College of Obstetricians dan Gynecologists,  dan Amerika Utara Menopause Society setuju bahwa orang-orang dengan osteoporosis ( T kepadatan mineral tulang skor kurang dari -2.5) atau tulang massa rendah dan pinggul atau patah tulang belakang harus menerima perawatan. Panduan ini juga menyarankan bahwa orang dengan skor T lebih tinggi dari -1,5 seharusnya tidak menerima terapi kecuali ada bukti klinis osteoporosis. Dengan demikian, kontroversi tetap mengenai indikasi untuk pengobatan antara orang dengan penurunan ringan pada kepadatan tulang. Serta mencakup bifosfonat lisan antara terapi lini pertama untuk osteoporosis tetapi bukan nama obat yang disetujui FDA spesifik.

Rekomendasi
Pasien yang dijelaskan dalam sketsa yang beresiko tinggi untuk patah tulang tambahan berdasarkan sejarah nya fraktur kompresi tulang belakang dan T kepadatan mineral tulang skor dalam kisaran osteoporosis. Sebuah obat dengan keberhasilan dalam mencegah patah tulang pinggul dan tulang belakang yang diperlukan, dan saya akan memperlakukan pasien dengan baik alendronate atau risedronate selama 5 tahun. Setelah 5 tahun pengobatan, saya akan memutuskan apakah penghentian pemberian obat mungkin cocok untuk pasien ini, dengan mempertimbangkan fakta bahwa dia berada pada risiko tinggi untuk fraktur berulang. Saya akan menyarankan asupan kalsium 1200 mg per hari dari sumber makanan, dengan kalsium suplemen sebagai pilihan kedua. Saya juga akan mengukur tingkat serum 25-hidroksivitamin D dan memilih tingkat yang sesuai asupan vitamin D, mendorong latihan beban secara teratur, dan menekankan pentingnya kepatuhan terhadap prosedur untuk mengambil obat. Saya akan menggunakan pengukuran kepadatan mineral tulang untuk memantau tanggapannya terhadap terapi 12 bulan setelah pengobatan dimulai dan kemudian pada interval 24 bulan diperlukan. Penurunan massa tulang atau yang lain trauma fraktur rendah akan memerlukan pemeriksaan yang seksama terhadap rencana pengobatan dan seleksi kemungkinan agen yang lain.

Dr. Favus reports receiving honoraria and consulting fees from CVS Caremark and Amgen.
Disclosure forms provided by the author are available with the full text of this article at NEJM.org.
No other potential conflict of interest relevant to this article was reported.

Source Information

From the Department of Medicine, University of Chicago, Chicago.
Address reprint requests to Dr. Favus at the Department of Medicine, University of Chicago, 5841 S. Maryland Ave., Chicago, IL 60637, or at mfavus@medicine.bsd.uchicago.edu.